Kamis, 31 Juli 2014

Saat Merayakan Lebaran di Kampungku


Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh....

Taqabbalallahu Minna Wa Minkum, mohon maaf lahir batin... Selamat hari raya Idul Fitri 1435 H /2014 M

Alhamdulillah tahun ini saya bisa merayakan lebaran di kampung halamanku desa Bulupayung,  kampung dimana saya dilahirkan dan dibesarkan. Disinilah saya di tempa diasuh dibimbing oleh kedua Orangtuaku dan kepribadianku terbentuk oleh tradisi kampung. Saya tidak menyesal tapi malah sangat bersyukur, masa kecil dikampunglah yang membentuk sifat kepribadianku, karakter yang berani, ulet, gigih dan bertanggung jawab. Itu kata orang-orang sih....heheheee....

Peristiwa lebaran buat saya sianak kampung adalah momen yang paling ditunggu selama setahun. Karena disinilah kami mendapat kesempatan pulang setelah lama hidup di perantauan, melestarikan tradisi nenek moyang saya dulu, yang sekarang sedikit mulai ditinggalkan atau bahkan hilang, "SILAHTURAHMI". Ya.... Silaturahmi di era moderen seperti sekarang sudah mulai tergeser dengan teknologi digital yang makin berkembang. Kalau dulu orang merayakan lebaran dengan saling berkunjung ke rumah kerabat dan tetangga untuk minta maaf, kini tradisi itu berganti dengan saling kirim SMS, BBM, Whatsapp, atau saling mengirim komentar di status jejaring sosial seperti facebook, twitter, path dan masih banyak lagi. Lebih parah lagi kalau sedang malas, karena alasan sibuk, ucapan minta maaf cuma dikirim lewat SMS, BBM atau Whatsapp. Sekali pencet ‘kirim’, ucapan minta maaf langsung terkirim ke semua kerabat dan teman. Sangat praktis dan efisien, tapi apa harus seperti itu ?, dimana makna Idul fitri yang katanya hari kemenagan ?, yang kata orang-orang bijak hari dimana kita memperoleh kemenagan setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
Beruntung saya lahir dan besar di desa Bulupayung kelurahan Mangunharjo kecamatan Adimulyo, Kebumen, sebuah kampung kecil di tengah sawah. Sampai saat ini, tradisi silaturahmi saat lebaran masih ada. Pagi, setelah sholat Ied, saya melakukan sungkeman kepada Ibu Bapak, dilanjutkan saling maaf maafan dengan kakak, adik beserta ponakan-ponakan. Setelah itu baru dilanjutkan makan bersama kemudian beberes rumah mempersiapkan kue-kue lebaran untuk dihidangkan. Karena beberapa saat lagi para tetangga akan mulai berdatangan untuk bersilaturahmi.  Setelah itu giliran saya sekeluarga saling berkunjung dari mulai saudara terdekat kemudian keliling kampung bersilahturahmi dengan tetangga, meminta maaf setiap kesalahan selama setahun yang telah diperbuat.

Ada peristiwa yang sangat spesial disetiap hari lebaran yaitu sebagai bentuk rasa syukur, kita bisa saling berbagi rejeki kepada ponakan, anak-anak kecil, anak-anak yatim dan kaum dhuafa, walaupun jumlahnya tidak banyak tetapi nilainya jauh lebih besar. Bukan berarti dihari biasa tidak bisa berbagi, tetapi suasanaya yang membuat berbeda.

Dihari ketiga atau kempat setelah lebaran biasanya saya sekeluarga melakukan wisata untuk menyegarkan pikiran sambil memperkenalkan alam lingkungan kepada anak-anak kami, tentunya sambil menceritakan masa kecil. Tujuanya tinggal pilih bisa kepantai petanahan, suwuk, logending/ayah atau ke Gua jatijajar karena cuma itu yang ada. Berharap dikemudian hari anak-anak kita mempunyai rasa bangga dan rasa bersyukur terhadap apa yang telah dia peroleh.

Begitulah makna lebaran bagi anak kampung seperti saya. Kami pulang untuk bertukar maaf dengan kerabat dan para tetangga. Kami pulang untuk melepas rindu pada keluarga tercinta, pada damainya hidup bertetangga, pada indahnya pemandangan desa yang tidak kami temui di kota, pada tradisi yang tak ingin kami tukar dengan teknologi secanggih apapun. Iya...apa ora..?

2 komentar:

  1. Yup! Sama dengan tujuan saya setiap tahun pulang kampung. Salam kenal... saya dari Kutowinangun. :D

    Hebat, semua soal Kebumen ditulis. Saya sedang berusaha... Karena paling setahun cuma pulang sekali, mudah2an bisa konsisten.

    BalasHapus