Selasa, 08 Desember 2015

Rindu Nasi Berkat Kenduri

Nasi kenduri dibungkus daun pisang
Sedulur semua, bagi orang desa pasti paham dengan istilah kenduri, ya... kenduri yang punya nama lain kepungan, atau selamatan yaitu suatu kegiatan doa bersama yang biasanya di lakukan oleh bapak-bapak di salah satu rumah warga atas undangan tuan rumah dengan tujuan untuk mendoakan atau meminta kelancaran dan keselamatan atas rencana dan kegiatan yang akan di lakukan. Kenduri biasanya dilakukan setelah waktu Asyar atau selepas waktu Isya, sesuai kondisi yang punya hajat. Undangan kenduri biasanya di lakukan secara langsung ke tiap rumah dan dilakukan oleh orang yang secara khusus di beri tugas untuk mengundang. Orang yang melakukan kenduri biasanya memakai pakaian lengan panjang/baju koko, memakai sarung dan peci / kopiah. 

Kalau membicarakan soal kenduri/kepungan tidak bisa lepas dari nasi berkat. Khususnya bagi seorang muslim asal Jawa yang masih kental keNUannya. Nasi berkat adalah hasil kearifan lokal. Di negara asal Islam sendiri tidak ada istilah yang mirip kenduri yang isinya tahlilan, dzikir, berdoa kemudian pulang membawa tentengan nasi berkat. Disini tidak membahas tentang hukum kenduri menurut ajaran Islam, saya hanya ingin mengenang indahnya dan nikmatnya suasana kenduri dengan segala rupanya. 

Di kampung saya desa Bulupayung Kebumen Kenduri sudah menjadi hal yang lazim, ketika salah satu warga mempunyai hajat atau syukuran. Teringat ketika saya masih kecil Bapak saya pulang kenduri membawa gulungan daun pisang, bentuknya antik dan khas, tentu isinya nasi, serundeng, thempleng/peyek, tempe goreng, tumis kacang panjang, kerupuk, dan tak ketinggalan beberapa potongan/suiran daging ayam ingkung. 

Nasi kenduri
Perkembangan jaman yang begitu cepat rupanya mempengaruhi juga terhadap tradisi kenduri ini, bukan cara atau doa yang berubah tetapi cara pelaksanaan kendurinya. Kalau dulu nasi berkat di bungkus dengan sebatang daun pisang yang digulung, sekarang makin praktis dengan ceting atau berupa wadah yang terbuat dari plastik. Dulu ada daging ayam ingkung sekarang di ganti dengan daging ayam goreng dan telur bulet yang direbus. 

Memang yang sekarang lebih praktis dibanding dengan menggunakan daun pisang, tetapi menurut saya nilai historisnya jauh sangat berbeda. Kenikmatan nasi kendurinya juga sangat berbeda. Dulu yang punya hajat kenduri menyediakan dahan daun pisang sebagai alas pembungkus nasi dan lauknya, beberapa tumpeng nasi, satu ayam daging utuh, beberapa piring lauk seperti sayur kacang panjang, serundeng, peyek, tempe, aneka macam lalaban dll. Kemudian semua itu dibagi ke peserta kenduri, biasanya yang membagi adalah orang-orang tertentu yang dianggap mampu, barulah undangan bisa makan bersama.

Isi nasi berkat kenduri bungkus daun pisang
Yang seperti itu sekarang di kampungku tidak bisa ditemukan lagi karena sudah di runbah. Orang yang menghadiri undangan kenduri cukup duduk manis mendengarkan sambutan dan doa dari orang yang di kasih amanat oleh yang punya hajat. setelah itu dibagikan nasi yang sudah tertata rapi dalam sebuah tempat, setelah itu pulang deh.... Sedikit sekali undangan yang mencoba menyantap nasi kendurinya mungkin malah tidak ada yang menikmati nasinya.

Begitulah, jaman telah merubah segalanya tak terkecuali tradisi kenduri yang penuh nilai history sudah tidak ada lagi...


Sabtu, 21 November 2015

Indahnya Hidup di Desa


Hidup di desa bagi sebagian anak muda merupakan alternatif berikutnya apalagi bagi mereka yang tidak mempunyai kemampuan bertani. Untuk orang yang asalnya dari kampung tidak menjadi hambatan dan sudah paham bagaimana rasanya hidup di desa. Saya yang terlahir dan besar di desa alias bukan berasal dari kota bisa merasakan kehidupan kampung. Berbeda dengan orang yang lahir dan besar di perkotaan yang kemudian harus hidup di desa akan butuh waktu untuk menyusaikan diri, bukan berarti tidak mampu tetapi butuh waktu.

Banyak kenikmatan yang di dapat bila hidup di desa seperti bisa menanam padi di sawah , sayur-sayuran, buah buahan atau memelihara ternak secara alami. Memelihara ayam kampung misalnya, apabila ingin makan daging ayam tinggal memotong sendiri, bila ayam berlebih bisa di jual sebagai penghasilan tambahan.

Saya merasa salut dan terkesan ketika ada orang yang terlahir dan besar di kota tapi mampu hidup di kampung. Hidup di desa sangat identik dengan kesederhanaan berbeda jauh dengan di perkotaan yang segalanya selalu di beli dari hal yang terkecil seperti air bersih bahkan hanya untuk membuang sampahpun harus di bayar dengan uang. Bagi orang yang tidak bisa berkompetisi jangan coba-coba hidup di perkotaan, kecuali mempunyai ketrampilan khusus. Atau mungkin wiraswasta/sesuatu yang bisa menghasilkan uang. 

Kebanyakan orang di desa mempunyai tanah walau mungkin hanya sedikit. Dengan tanah itu orang di pedesaan bisa memanfaatkan untuk bercocok tanam apalagi kalau tanahnya sangat subur. Seperti Bapaku yang menanam pohon kelapa, pisang, nanas. dll. Sampai buah kelapa dan nangka jatuh sendiri dari pohonya karena memang terlalu banyaknya dan apabila di jual sangat murah tidak sebanding dengan besarnya biaya perawatan, kalau dijual harganya sangat murah. Tapi walau harganya murah kelapa masih bisa menambah penghasilan dan mencukupi kebutuhan. 

Hidup di desa itu ibaratnya uang 5 ribu rupiah sudah cukup buat makan sehari. Misalnya makan cukup dengan lauk tempe/tahu atau mumgkin hanya dengan garam atau sambal itu nikmatnya sudah luar biasa. Boleh bandingkan dengan kehidupan di pekotaan. Tapi kenapa orang desa setelah selesai sekolah berbondong bondong pindah ke kota, jawabanya mungkin ingin merubah gaya hidup, ingin mencari kehidupan yang lebih baik atau memang di desa tidak mempunyai lahan garapan untuk hidup sehari hari. 



Hidup di desa memang indah dengan alamnya yang masih terjaga guyub rukunnya dan tradisi tepo sliro / saling menghormati masih terpelihara. Hidup gotong royong sebagai ciri khas yang sangat indah. Masyarakatnya yang sederhana dan "tidak termakan oleh pasar" semakin membuat saya tidak bosan bila saya saat berada di kampungku Bulupayung Kabupaten Kebumen Jawa Tengah suasana kedesaannya masih tetap terjaga... ga percaya .. boleh dicoba, pulang kampung sekarang...

Berbagai tanaman yang bisa kita tanam

Pohon Kelapa
 
Pohon Pisang
Pohon Nangka
elengkapnya : http://www.kompasiana.com/sihitam/indahnya-hidup-di-desa_55e5f70ff67a61500d9c80c5

dup di desa memang indah dengan alamnya dan ketentramannya. Gotong royong masih sering dan rutin saya temui di desa (kampung halaman) saya ini. Masyarakatnya yang sederhana dan "tidak termakan oleh pasar" semakin membuat saya tidak bosan di Kabupaten Bangkalan ini. Meski dekat dengan Kota Surabaya (tinggal lewat Jembatan Suramadu atau Pelabuhan Ujung di Kamal) namun suasana kedesaannya masih tetap terjaga. (AWI)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sihitam/indahnya-hidup-di-desa_55e5f70ff67a61500d9c80c5
Hidup di desa memang indah dengan alamnya dan ketentramannya. Gotong royong masih sering dan rutin saya temui di desa (kampung halaman) saya ini. Masyarakatnya yang sederhana dan "tidak termakan oleh pasar" semakin membuat saya tidak bosan di Kabupaten Bangkalan ini. Meski dekat dengan Kota Surabaya (tinggal lewat Jembatan Suramadu atau Pelabuhan Ujung di Kamal) namun suasana kedesaannya masih tetap terjaga. (AWI)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sihitam/indahnya-hidup-di-desa_55e5f70ff67a61500d9c80c5
Hidup di desa memang indah dengan alamnya dan ketentramannya. Gotong royong masih sering dan rutin saya temui di desa (kampung halaman) saya ini. Masyarakatnya yang sederhana dan "tidak termakan oleh pasar" semakin membuat saya tidak bosan di Kabupaten Bangkalan ini. Meski dekat dengan Kota Surabaya (tinggal lewat Jembatan Suramadu atau Pelabuhan Ujung di Kamal) namun suasana kedesaannya masih tetap terjaga. (AWI)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sihitam/indahnya-hidup-di-desa_55e5f70ff67a61500d9c80c5
Hidup di desa memang indah dengan alamnya dan ketentramannya. Gotong royong masih sering dan rutin saya temui di desa (kampung halaman) saya ini. Masyarakatnya yang sederhana dan "tidak termakan oleh pasar" semakin membuat saya tidak bosan di Kabupaten Bangkalan ini. Meski dekat dengan Kota Surabaya (tinggal lewat Jembatan Suramadu atau Pelabuhan Ujung di Kamal) namun suasana kedesaannya masih tetap terjaga. (AWI)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sihitam/indahnya-hidup-di-desa_55e5f70ff67a61500d9c80c5
Pohon Nanas
 
Pohon Kecombrang
Asal Mula Nama Desa Bulupayung



Kamis, 22 Oktober 2015

Kesenian Tari Kuda Kepang Desa Mangunharjo

penampilan Barong dalam tari kuda Kepang
Desa Mangunharjo Kebumen merupakan desa yang tergolong makmur dan tentram, masyarakatnya yang mempunyai sifat gotong royong adalah modal utama untuk membangun. Sebagai bagian wilayah pulau Jawa, Mangunharjo tidak bisa terlepas dari budaya Jawa, seperti tari kuda lumping. Tari ini biasa disebut juga dengan jaran kepang atau jathilan.

Kuda lumping adalah tarian tradisional jawa yang menampilkan sekompok prajurit yang tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak) dan ada juga yang terbuat dari anyaman bambu yang kemudian diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Selain itu kuda lumping juga identik dengan hal-hal magis. 

Tarian kuda lumping menampilkan adegan prajurit berkuda, namun dalam penampilannya terdapat juga atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Kuda tiruan yang digunakan dalam tarian kuda lumping dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga masyarakat jawa menyebutnya sebagai jaran kepang. 

Tari Kuda Kepang dengan tarian baronganya
Tarian ini biasanya disuguhkan untuk menghibur tamu pada saat hajatan atau acara syukuran sedekah bumi. di desa Mangunharjo terdapat kelompok kesenian tari kuda lumping yang para anggotanya dari anak-anak muda desa setempat. Dan mereka selalu tampil ketika salah satu warga mengadakan hajatan atau syukuran.


AsaL Mula Nama Desa Bulupayung

Kamis, 24 September 2015

Aku Bangga Berbahasa Jawa Ngapak

Dalam setiap perkenalan atau ketika saya menyebut daerah asalku, orang akan selalu senyum ngeledek. Terlebih lagi ketika saya berbicara dengan bahasa daerah kelahiranku mereka kadang mentertawakanku, tidak masalah buatku, malah semakin ditertawakan semakin bangga terhadap bahasaku. Yah... saya memang sering menggunakan bahasa jawa ngapak apalagi kalau berjumpa dengan sesama jawa ngapak, semakin ditertawakan semakin ku kerasin intonasinya.

Karena sering ditertawakan dan dipandang rendah saya berfikir kenapa logat bahasaku di rendahkan dan selalu ditertawakan apa yang membuat mereka tertawa, toh setiap mereka bicara bahasanya standar banget, bagus banget juga engga, sombong sekali mereka... Saya coba mencari tau tapi jawabanya tidak masuk akal.

Ketika tak sengaja saya mampir ke sebuah toko buku di Purwokerto, saya menemukan buku tentang bahasa jawa ngapak. Dalam buku tersebut di jelaskan bahwa bahasa jawa ngapak itu bermula ketika kedatangan orang-orang Kalimantan tepatnya Kutai pada masa pra Hindu sekitar abad ke 3 sebelum Masehi yang mendarat di daerah Cirebon. Kemudian mereka menetap di sekitar Gunung Slamet dan Sungai Serayu, dan mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Galuh Purba, mungkin kerajaan tersebut merupakan kerajaan pertama di Pulau Jawa, mengingat Kutai adalah kerajaan pertama di Indonesia, yang menurut buku tersebut nantinya dari kerajaan Galuh Purba-lah akan lahir penguasa-penguasa di kerajaan Jawa selanjutnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh E.M Uhlenbeck, tahun 1964, bahasa yang digunakan oleh keturunan Galuh Purba masuk ke dalam rumpun basa jawa bagian kulon yang meliputi: Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Indramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumas, Sub Dialek Bumiayu. Dialek inilah yang sering disebut bahasa jawa ngapak. yang sering ditertawakan orang... karena lucunya.

Bahasa Jawa menjadi berbagai tingkatan yaitu ngoko, kromo dan kromo inggil. tingakatan tersebut di pengaruhi oleh situasi politik pada masa kerajaan Mataram. Dalam sejarahnya bahasa Jawa ngapak merupakan turunan dari bahasa Jawa tengahan/kawi. Jawa ngapak juga adalah budaya tanggung atau marginal artinya dalam mengadopsi budaya Jawa dan sunda sama-sama dangkal. Makanya orang yang berlogat bahasa Jawa ngapak tidak lagi memperdulikan status sosial di masyarakat seperti ningrat atau priyayi. pengguna bahasa Jawa ngapak lebih suka bersikap kesetaraan atau netral. Etika ini dibangun atas dasar etika kemanusiaan yang dapat memunculkan kekuatan solidaritas yang membedakan antara Jawa ngapak dan Jawa lainnya.

Karakter bahasa Jawa ngapak inilah yang membentuk orang menjadi diri sendiri tanpa harus terpengaruh dengan budaya lain. Karena itulah Orang yang mengunakan bahasa Jawa ngapak jarang sekali mengolok olok ataupun merendahkan bahasa Orang lain. Malah mungkin justru sebaliknya karena sikap feodalisme sebagai orang Jawa menganggap dialek bahasa Jawa ngapak sering dianggap bahasa yang lucu dan rendahan. Ada pandangan yang menganggap sebagian besar orang yang menggunakan bahasa Jawa ngapak merasa rendah diri ketika menggunakan bahasa Ngapak. Hal ini didasari dari, bagaimana bahasa yang digunakan saat berinteraksi dengan orang Jawa Wetan. Kalau tidak menyesuaikan diri dengan membandhekan ke-ngapakanya dipastikan menggunakan bahasa Indonesia. Menurut saya, ini bukanlah suatu hal yang negatif tetapi sebagai bentuk adaptasi.

Jangan malu berbahasa Jawa Ngapak, karena itu jati diri kita, malah seharusnya kita lestarikan dan kembangkan terus bila perlu dirikan pusat pengembangan bahasa Jawa Ngapak. Biar saja mereka menrendahkan dan mentertawakan kita...

Rabu, 26 Agustus 2015

Berburu Lanting Khas Kebumen

Lanting makanan khas daerah Kebumen
Kebumen, adalah daerah kabupaten di Jawa Tengah bagian selatan, selain terkenal dengan penghasil sarang burung walet, yang diabadikan dalam lambang / logo Kabupaten. Kabupaten Kebumen juga terkenal dengan makanan khasnya yaitu lanting.

Lanting merupakan makanan jajanan yang terbuat dari singkong. Menurut cerita masyarakat Kebumen lanting awalnya berasal dari daerah desa Lemahduwur, Kuwarasan, Kebumen, tetapi kabar tersebut belum bisa dikuatkan karena belum ada penelitian yang sesungguhnya. Awalnya lanting hanya terbuat dari singkong yang digoreng dengan bentuk angka delapan dan berwarna merah - putih, mungkin sebagai ciri khas Indonesia. Awalnya makanan ini sebagai makanan harian atau pelengkap keluarga namun seiring berkembangnya jaman Lanting menjadi makanan favorit masyarakat Kebumen.
.
Banyak pilihan rasa
Sekarang bukan lagi dibuat oleh penduduk desa Lemahduwur saja tetapi hampir pelosok Kabupaten Kebumen terdapat industri rumahan makanan Lanting. Malahan sekarang berbagai rasa bisa di temukan dari mulai yang manis, gurih hingga pedas dan berbagai macam rasa seperti rasa bawang, rasa balado, rasa keju dan masih banyak lagi.

Setiap saya pulang kampung selalu membeli lanting untuk ole-ole baik untuk tetangga maupun unrtuk teman kerja. Andai saya tidak membawa makanan ini, akan banyak yang komplain terutama teman kantor. Rasa pedas cabe merah adalah pilihan favorit saya untuk ole-ole karena itu yang banyak di tunggu. tidak sampi tiga hari untuk ukuran kontong plastik besar "5 kg" sudah habis. Dengan harga yang terjangkau dan rasa yang nikmat serta mudah di dapat sangat membantu dalam memanjakan teman-teman saya di tempat kerja.
.
Pas untuk Ole-ole
Tempat langganan saya untuk berburu ole-ole lanting biasanya di rumah Bu Ning desa Jemajar, Jatiluhur, Karanganyar, Kebumen. Bu Ning biasa saya mermanggilnya orangnya ramah dan yang terpenting setiap saya beli selalu di kasih discount, mungkin karena sudah langganan dan belinya juga agak banyak.

Bagi sobat semua yang kebetulan lewat atau mampir di daerah Kabupaten Kebumen jangan lupa untuk sekedar mencoba makanan Lanting, sangat cocok untuk ole-ole... di jamin rasanya mantab beda dengan lanting di daerah lain... ga percaya ???  Boleh dicoba !!!!...


AsaL Mula Nama Desa Bulupayung

Rabu, 01 Juli 2015

Tradisi Sungkeman Hari Raya Indul Fitri

Apa kabar sobat semua ? Alhamdulillah sebentar lagi kita akan merayakan hari raya lebaran, hari yang teristimewa buat kita semua umat Islam. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa menahan nafsu, lapar dan dahaga. Di hari raya Idul Fitrilah kita tumpahkan dan lampiaskan rasa kegembiraan dan kemenangan. Sudah jadi hal yang lajim bagi kita umat muslim, Idul Fitri adalah moment penting dan indah. Apalagi saat waktu acara sungkeman.

Sungkeman adalah istilah yang sudah sangat populer terutama bagi orang Jawa dan umumnya bagi masyarakat Indonesia. Tradisi ini sudah ada sejak jaman nenek moyang dulu, Orang Jawa menggunakan istilah ini untuk menggabarkan aktivitas ritual keagamaan, terutama umat Muslim. Tradisi sungkeman ini pada umumya biasanya dilakukan di kalangan kerabat dekat, yang punya tujuan saling meminta maaf antar kerabat. Sungkeman bukan semata-mata berjabat tangan ada autaran atau tata caranya.

Acara sungkeman ini dilakukan setelah menjalankan sholat sunah Idul Fitri secara berjamaah di tempat terbuka atau didalam Masjid. Kemudian secara tradisi yang merasa lebih muda akan berkunjung kekerabat terdekat untuk mengucapkan ucapan selamat hari raya Idul Fitri dan mengucapkan permohonan maaf kepada yang lebih tua dari dirinya, baik dari segi umur ataupun secara kedudukanya dalam sisilah keluarga atau didalam masyarakat. Tentunya terlebih dulu ke orangtua kandung dulu. Dalam proses berkunjung itu orang yang lebih muda menyatakan permohonan maafnya baik yang disengaja maupun yang tidak secara bersimpuh dan berjabat tangan kepada yang lebih tua. Untuk kemudian orang yang dianggap lebih tua dengan kebesaran hatinya mengabulkan permohonan maaf tersebut.

Sungkeman sendiri dilakukan secara berurut dari yang dituakan. Misalnya dalam keluarga besar ada Kakek, Nenek, Budhe, Om, Anak Budhe, Anak Om, maka urutanya adalah : Budhe sungkem ke kakek lalu ke nenenk. Om sungkem ke kakek lalu ke nenek, lalu ke budhe. Anak budhe sungkem ke kakek lalu ke nenek, lalu budhe kemudian ke om. Dan terus bergilir hingga semua anggota keluarga besar sudah melakukan sungkeman.

Sungkeman dilakukan dengan menundukan kepala ke lutut kerabat yang dituakan, dan biasanya akan terucap kalimat dalam bahasa jawa seperti ini ;

Ngaturaken sembah pangabekti kawulo sepinten kelepatan kulo ingkang mboten angsal idining sarak, dalem nyuwun pangapunten. Mugi lineburo ing dinten riyadi puniko.

atau

Ngaturaken sembah pangabekti kawulo, sepinten kelepatan kulo, lampah kulo setindak, paben kulo sakecap ingkang mboten angsal idining sarak, kulo nyuwun pangapunten mugi lineburo ing dinten riyaya puniko.

atau yang lebih sederhana

Ngaturaken sugeng riyadi, nyuwun pangapunten sedoyo kelepatan kulo, nyuwun pangestunipun.

Yang maksudnya adalah yang muda meminta maaf dihari lebaran ini agar semua kesalahan baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja karena sebagai anak muda kadang tingkah lakunya kurang sesuai dengan aturan norma-norma yang ada.

Biasanya kalimat tersebut akan dijawab dengan permohonan maaf kembali dan disambung dengan doa harapan dari kerabat yang dituakan dan diamini oleh yang sungkem. Dan semua itu dilakukan dengan menggunakan bahasa jawa sesuai tingkat usianya.

Dengan tradisi sungkeman ini pula, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat Jawa masih memiliki kebutuhan untuk hidup bermasyarakat. Selain itu tradisi ini juga menunjukan bahwa mereka memiliki kemampuan meredam egoitas yang bersifat individualis dan cenderung primitif. Mereka memiliki pandangan dan keyakinan bahwa dengan ketulusan meminta maaf dan memaafkan orang lain maka jiwa akan kembali suci seperti bayi yang baru lahir dengan tidak membawa dosa. Sekiranya tradisi mulia ini akan terus langgeng dan lestari agar tercipta masyarakat yang rukun dan damai

Tetapi dalam kenyataanya saat ini tradisi sungkeman secara perlahan sudah mulai ditinggalkan, kurang jelas apa penyebabnya . Apakah tradisi ini terlalu ribet atau memang penguasaan bahasa jawa yang kurang. Dibutuhkan kepedulian dari semua pihak terutama para orang tua agar selalu mengajarkan atau menguri-uri agar tradisi sungkeman ini tidak hanya sebagai cerita atau tulisan-tulisan diartikel koran atau blog di internet. karena dampak tradisi sungkeman sangat luar biasa besar manfaat yang ditimbulkanya. Demikian celotehan saya, tak lupa saya mengucapkan Taqobbalallahu Minna wa Minkum, mohon maaf lahir bathin.

Minggu, 07 Juni 2015

Menyambut Romadhon di Kampungku


Tidak lama lagi bulan Romadhon atau bulan puasa akan segera datang kalau menurut kalender, akan jatuh pada sekitar tanggal 18 juni. Bulan yang sangat istimewa bagi umat muslim di seluruh dunia. Disitulah pintu amalan di buka lebar-lebar dan Allah SWT memberikan obral pahala yang luar biasa bagi umatnya yang taat akan segala perintahnya. 

Awal Romadhon dikampung saya biasanya di awali dengan tradisi nyekar sebutan untuk ziarah ke makam leluhur, maka tidak heran saat menjelang Romadhon tempat pemakaman umum penuh dengan orang-orang yang berziarah ke pemakaman  untuk mendoakan para leluhur dan sanak saudara yang telah almarhum.

Suara bedug di berbagai suro dan masjid yang bersautan sebagai tanda awal puasa, menjadi ciri khas. Masih ku ingat ketika masih SD banyak tradisi yang bertujuan membangkitkan semangat Romadhon seperti membuat oncor, oncor adalah alat penerang yang terbuat dari bambu yang di isi minyak tanah dengan dikasih kain bekas sebagai sumbunya makhlum saat itu listrik belum ada di kampung saya. Oncor itulah untuk menerangi saat pergi sholat teraweh, tempat terawehpun tidak di suro atau masjid tetapi di tempat pak kaum, (kaum adalah sebutan perangkat desa yang membidangi keagamaan). Entah kenapa sholat teraweh tidak di mushola padahal waktu itu mushola tersedia, saya sendiri juga bingung.

Yang sangat memalukan bila teringat masa kecil dulu saat waktu sholat teraweh tiba, bukanya sholat malah bermain petak umpet di halaman sekitar pak kaum, dan akan kembali ketika jaburan telah keluar biasanya saat sholat teraweh sudah selesai. Jaburan adalah makanan penutup sholat teraweh semacam snack. Walau cuma makanan kecil seperti singkong, ketela, jagung yang di rebus atau nasi tumpeng sudah sangat luar biasa disaat itu.

Selain itu juga ada permainan unggulant saat bulan Romadhon sambil menunggu waktu buka puasa dikampungku ada permainan mercon bambu yaitu bambu yang sudah tua dan berkulit tebal agar tahan dari tekanan dan suaranya nyaring. Bambu dipotong diujung dikasih lubang sebagai sumbunya, untuk menghasilkan suara bambu diisi karbit dicampur air secukupnya, tutup semua lubang dengan kain, tunggu sesaat kemudian sulut dengan api ujung lobang kecil tersebut maka akan terjadi letupan yang sangat keras, cukup menghibur sambil menunggu jam buka puasa.

Ada mercon karbit yang lebih keras suaranya dari mercon bambu yaitu dengan membuat lubang ditanah dengan kedalaman ujung sekitar satu jengkal tangan dewasa kemudian tutup dengan papan yang ujung papanya dilubangi dan disambung dengan carang (bambu kecil) sebagai sumbunya kemudian timbun dengan tanah. Untuk menyulutnya masukan karbit yang sudah dicampur air letakan pada tempat wadah kecil yang di kaitkan pada sebuah bambu yang dirakit tutup semua lubang dengan kain bekas tunggu beberapa saat. Kemudian sulut dengan api sumbunya, maka akan menghasilkan suara yang menggelegar lebih keras dibanding dengan mercon bambu.

Masih banyak cerita di bulan Romadhon dikampung saya yang saat ini agak sedikit sulit ditemukan karena tergeser dengan permainan yang lebih moderen. Tanpa tidak harus mengurangi rasa khusu beribadah di bulan puasa, itulah tradisi dan permainan yang membanggakan buat saya dan anak kecil pada waktu itu sebagai hiburan untuk menghilangkan rasa dahaga dan lapar.

Kini di tahun ini sepekan lagi bulan itu akan datang sebagai umat Islam yang taat seharusnyalah kita menyambut dan menjalankan ibadah tersebut. Bulan yang datang setahun sekali, bulan dimana pintu syurga terbuka lebar, bulan dimana ada peristiwa obral pahala yang luar biasa di sepuluh hari terahir yang desebut Lailatur Qodar.

Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Romadhon semoga dibulan tersebut sebagai tempat intropeksi dan belajar menahan segala nafsu keserakahan...

Kamis, 14 Mei 2015

BPJS di Desaku


Apa itu BPJS Kesehatan ? saat ini Orang masih sedikit bingung, termasuk saya. Informasi awal mengenai Program Kesehatan oleh pemerintah yang resmi beroperasi per 1 Januari 2014. JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional adalah program pemerintah pusat mengenai pemberian hak-hak pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia, sedangkan BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) adalah penyelenggara program tersebut. Ada dua (2) macam penyelenggaran JKN, yakni BPJS Kesehatan yang diperuntukkan untuk masyarakat umum dan BPJS Ketenagakerjaan untuk perusahaan yang mengikutsertakan karyawannya dalam program JKN. BPJS Ketenagakerjaan dulu bernama Jamsostek.
Untuk dapat tercatat sebagai anggota, kita harus mendaftar melalui kantor BPJS Kesehatan dengan membawa kartu identitas (KTP) serta pasfoto. Setelah mengisi formulir pendaftaran dan membayar iuran lewat bank (BRI, BNI dan Mandiri), calon anggota akan mendapat kartu BPJS Kesehatan yang bisa langsung digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Iuran yang dibayarkan ke bank disesuaikan dengan  jenis kepesertaan, yang diantaranya adalah:

  • Anggota yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI), (adalah anggota pekerja penerima upah dan bukan penerima upah, dan ada pula bukan pekerja), jumlahnya sudah ditetapkan oleh pemerintah sebanyak 86,4juta orang dengan iuran Rp19.225 per orang dalam satu bulan.
  • Peserta penerima upah seperti pekerja perusahaan swasta,  membayar jumlah iuran sebesar 4,5 % dari upah satu bulan dan ditanggung oleh pemberi kerja 4 persen dan 5% ditanggung pekerja. Sedangkan PNS dan pensiunan PNS membayar iuran sebesar 5  %, sebanyak 3 % ditanggung pemerintah dan 2 % ditanggung pekerja.
  • Untuk peserta bukan penerima upah seperti pekerja sektor informal besaran iuran yang harus dibayarkan, sesuai dengan jenis kelas perawatan yang diambil. Untuk ruang perawatan kelas III Rp 25.500, kelas II Rp 42.500 dan kelas I Rp59.500.
Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan . Pengertian definisi jaminan kesehatan, dengan prinsip asuransi social berdasarkan:
  • Kegotongroyongan antara masyarakat kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang beresiko tinggi dan rendah.
  • Anggota yang bersifat wajib dan tidak selektif.
  • Iuran yang dibayarkan per bulan berdasarkan persentase upah / penghasilan.
  • Jaminan Kesehatan Nasional Bersifat nirlaba.
Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah kesamaan anggota dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Dan ini adalah bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang masuk dalam program kesehatan Pemerintah Indonesia pada tahun 2014 oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) nantinya.

Jenis Pelayanan Kesehatan
Ada 3 jenis / tingkat pelayanan kesehatan yang ditetapkan untuk kepesertaan BPJS pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (umum) sesuai dengan iuran yang harus dibayarkan, yakni :

  1. Pelayanan di ruang perawatan kelas III dengan iuran sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan.
  2. Pelayanan di ruang perawatan kelas II dengan iuran sebesarRp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) 
per orang per bulan.
  3. Pelayanan di ruang perawatan kelas I dengan iuran sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) 
per orang per bulan.
Iuran dibayarkan setiap bulan satu kali, bersatu untuk satu anggota keluarga. Jadi, jika anggota keluarga anda yang didaftarkan 4 orang, dengan memilih perawatan kelas III, maka tiap bulannya iuran yang dibayarkan adalah 4 orang dikali Rp. 25.500, yakni Rp. 102.000,-/perbulan. 

Sebelum mendaftarkan diri di Kantor BPJS, siapkan terlebih dahulu dokumen yang dibutuhkan yakni :
- Fotocopy Kartu Keluarga (KK)
- Fotocopy KTP anggota keluarga yang akan didaftarkan
- Pasfoto warna 3x4 masing-masing 1 lembar
Catatan :
* Untuk anak dibawah umur yang belum memiliki KTP, bisa dengan Akta Lahir
* Anggota keluarga yang akan didaftarkan harus sudah tercantum di KK
* Jangan lupa bawa dokumen asli (bukan fotocopy) pada saat mendaftar 
Anda juga bisa mendaftarkan kepesertaan BPJS secara online melalui layanan di website resmi BPJS Kesehatan :www.bpjs-kesehatan.go.id  

Dengan demikian BPJS adalah :
  • BPJS Kesehatan adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan Jaminan Kesehatan untuk Masyarakat,
  • Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program kesehatan untuk mewujudkan masyarakat dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Bagi sedulur sedoyo monggo untuk memanfaatkan program pemerintah ini apabila kurang jelas dengan program ini coba mintalah informasi ke kepala desa atau puskesmas di kelurahan Mangunharjo...

Sabtu, 11 April 2015

Sungai Irigasi Desa Mangunharjo

Di jembatan sungai ketek desa Pecangkringan Mangunharjo
Siang itu matahari sangat cerah dan udara sangat panas hingga terasa menyengat kulit, yah begitulah ketika musim kemarau. Karena rasa bangga dan cinta terhadap kampung halamanku semua itu tidak menjadi alasan untuk sekedar berkeliling desa hingga ke desa tetangga. Motor yang kunaiki sengaja tidak terlalu kencang agar setiap sudut jalan yang ku lewati tidak lepas dari pandanganku.

Saya mengitari seluruh desa yang masuk wilayah kelurahan Mangunharjo dari mulai desa Duduhan terus ke desa Caruban, Kemujan hingga ke desa Pecangkringan. Di desa Pecangkringan saya berhenti di jembatan yang kebetulan airnya sangat sedikit karena memang sedang musim kemarau, saya lama berhenti sambil melihat sekeliling sungai dan tak lupa mengabadikanya dengan ponselku. 
Jembatan sungai Ketek desa Pecangkringan Mangunharjo
Wilayah kelurahan Mangunharjo memang diapit oleh dua sungai yaitu sebelah barat sungai ketek dan sebelah timurnya adalah sungai balo. Dengan adanya kedua sungai tersebut diharapkan dapat mengairi area persawahan di kelurahan Mangunharjo, tetapi kenyataanya pada saat musim kemarau sungai tersebut tidak bermanfaat sama sekali. Sumber air yang datang dari waduk sempor dan wadaslintang tidak mengalir sampai ke desa saya. Mungkin akibat salah urus kali yah...????
Jembatan Karangkambang pecangkringan
Maka tidak mengherankan ketika musim kemarau tiba kelurahan Mangunharjo sangat tandus tidak ada kegiatan bercocok tanam. Terus bagaimana bisa, Indonesia swasembada beras? seperti cita-cita pemerintah. Tidak bisa dipungkiri sumber air adalah sangat penting untuk irigasi. Mengingat Indonesia adalah Negara agraris dengan tanaman dan makanan utama penduduknya adalah beras, maka peran irigasi sebagai penghasil utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi yang besar untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan pemeliharaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik, benar, dan tepat sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat seoptimal mungkin.
Sungai Ketek desa Pecangkringan Mangunharjo
Tak terasa dua jam sudah saya berdiri di pinggir sungai ketek, ku lanjutkan perjalanan keliling desa. Tujuan berikutnya adalah menuju desa Karangkambang lagi-lagi saya berhenti di sebuah jembatan, yang dulu pada saat saya kecil banyak sekali ikan-ikan disini. Jembatan ini merupakan faforit para remaja untuk sekedar duduk-duduk diwaktu sore sambil sesekali menggoda para gadis-gadis yang baru pulang dari sekolah. Karena perut sudah terasa laper ku putuskan untuk kembali ke rumah dengan tetap mengendarai sepeda motor dengan kecepatan rendah, dan tetap mataku clingak clinguk ke kanan dan kekiri menikmati pemandangan persawahan dan pohon jati yang tertanam rapi dipinggir jalan antara desa Pecangkringan dan Bulupayung.

Itulah gambaran sedikit desaku desa yang selalu kurindukan setiap saat, tapi apapun kondisimu aku tetap akan merindukanmu dimanapun saya berada. Majulah desaku.

Minggu, 15 Maret 2015

Membangun Desa

Kegiatan kerja bakti di desa Bulupayung
Orang-orang sering mengatakan masyarakat Desa punya banyak permasalahan terutama kemiskinan. Hampir semua data dan laporan menuliskan, angka keluarga miskin mencapai 75 % dari jumlah keluarga yang ada.  Padahal kalau dilihat dari realita di lapangan,  sebenarnya angka yang dilaporkan itu terlalu jauh dari kenyataan. Mungkin karena pengaruh penentuan kriteria tingkat kesejahteraan oleh berbagai dinas/instansi dalam memberikan paket bantuan sehingga menyebabkan banyak orang yang menyatakan dirinya miskin.

Sebenarnya masyarakat desa itu memiliki banyak potensi seperti tersedianya lahan pertanian, ternak dan hasil bumi atau hasil laut yang melimpah.. Apabila dimanfaatkan dengan baik, tentu potensi desa ini akan dapat memperbaiki ekonomi mereka.

Memang ada beberapa kelemahan yang tidak dapat kita pungkiri. Misalnya pola konsumtif yang cukup tinggi, serta lebih mengedepankan hal-hal yang praktis saja tetapi itu tidak bisa jadi acuan. Ini bisa terjadi karena sudah terlalu terbiasa dengan berbagai bantuan dari proyek pemerintah maupun dari pihak lain. 

Untuk membangun wilayah mereka agar tidak selalu ketegantungan dengan pihak lain sangat diperlukan proses membangun daya kritis mereka. Selain mengetahui apa yang jadi kelemahan, mereka juga perlu disadarkan bahwa mereka memiliki kekuatan. Kekuatan dalam diri  mereka maupun yang berada disekitar mereka. Mereka memiliki lahan pekarangan. Ini dapat mereka manfaatkan dengan tanaman sayuran baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk dijual. Begitu juga dengan ternak. Mereka bisa gunakan untuk pengolahan lahan, maupun sebagai bahan pembuatan pupuk organik..

Cara yang dilakukan adalah melibatkan mereka dalam proses monitoring dan evaluasi karena ini menjadi bagian penting untuk memperbaiki pelaksanaan kegiatan. Pendekatan yang dilakukan lagi adalah pendekatan pada keberhasilan yang sudah ada, bukan pada pendekatan masalah sehingga dapat diketahui  kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat yang bisa mendukung kearah pemanfaatan potensi yang ada. Kekuatan yang dibangun dari masyarakat akan terus dijaga dan ini akan mendorong lahirnya satu komitmen untuk berubah mencapai kemajuan, mengatasi  ketidakberdayaan, mengejar keterbelakangan dan melawan ketidakadilan.

Desa Bulupayung terus membangun
Dengan demikian jelas tergambar bahwa masyarakat desa sebenarnya memiliki kekuatan. Mereka dapat membangun daya kritisnya sehingga dapat mewujudkan kehidupan yang lebih baik, segala kebutuhan bisa dipenuhi, dan semua masyarakat akan sejahtera.

Jika kondisi tersebut dapat diwujudkan, maka hampir semua rumah tangga tidak ada lagi yang kekurangan pangan. Mereka dapat memperolehnya dari produksi pemanfaatan lahan pertanian maupun membeli dari perolehan usaha sampingannya, sehingga kebutuhan gizi anak dapat dipenuhi. Mereka pun dapat menggunakan layanan kesehatan untuk mengobati anak-anak mereka jika sakit. Mimpi “mewujudkan kehidupan anak Indonesia yang lebih baik” benar-benar menjadi satu kebanggaan tersendiri.

Selanjutnya kita tidak akan berhenti pada pemenuhan kebutuhan, tetapi kita akan berbicara pada jangka waktu yang panjang. Jika suatu masyarakat sudah sejahtera maka sifatnya akan menggenerasi sehingga tidak ada lagi istilah miskin karena keturunan karena hal itu sudah dikubur dalam-dalam. Inovasi dan pikiran-pikiran kritis  akan jadi bagian dari kehidupan mereka.

Untuk mengarahkan masyarakat desa pada “perubahan” jelas diperlukan komitmen berbagai pihak yang merasa prihatin dengan masyarakat desa., agar beberapa proses pemberdayaan betul-betul dilakukan. Jangan malah sebaliknya membuat mereka tidak berdaya dan masyarakat ditipu. Transparansi dan menanamkan nilai-nilai kejujuran serta keadilan menjadi hal penting untuk ditempatkan pada posisi yang paling tinggi. Ini pun akan menjadi teropong yang akan mengarahkan jalannya kegiatan menjadi lebih baik 

Rabu, 04 Februari 2015

Napak Tilas Tempat Bermain di Bulupayung

Jalan antara rumah Bp.Turiman dan Bp.Adi dilihat dari arah selatan
Kalau kita membayangkan masa kecil di kampung dulu, tentunya banyak hal yang indah dan mengharukan. Karena disitulah berbagai macam kenangan akan muncul terutama saat bermain bersama teman-teman. Permainan tempo dulu yang merupakan permainan tradisional yang merupakan warisan turun temurun. Kita mungkin sudah melupakan maupun tidak mengajarkan kepada generasi kita maupun anak kita, namun seiring kemajuan teknologi, saat ini anak-anak cenderung bermain dengan jenis permainan elektronik dan internet, apalagi dengan maraknya jejaring sosial dan BBM yang tidak menutup kemungkinan seusia anak-anak sudah menikmatinya.Banyak sekali permainan tradisional yang mungkin selama ini terlewatkan begitu saja seperti Main Kelereng, Petek Umpet, Bekel, Gobak Sodor, Main Engklek dll. 

Begitu pula dengan tempat dan sarana, tidak usah diragukan lagi untuk jaman sekarang tempat bermain, bisa di dalam gedung yang megah atau tempat-tempat yang butuh biaya sewa mahal. Beda saat jaman saya dulu waktu dikampung Bulupayung yang begitu menawan hatiku. Tempat bermain bisa dimana saja karena memang desaku banyak tempat yang cocok untuk bermain tanpa harus sewa ataupun ijin empunya. 

Tempat bermainku dulu sekarang sudah dibangun rumah.
Beberapa tempat favorit bermain tempo dulu didesakau antara lain yaitu jalan antara rumah Bapak Turiman dan Bapak Adi, dulu tempat itu adalah pelataran samping rumah Mbah Silah almarhum, tempat itu tiap sore selalu rame oleh anak-anak seusia SD. dari mulai tempat tongkrongan hingga main kelereng, karet gelang, gambar wayang dos-dosan, petak umpet, sulamanda, sepeda onthel dll. Tak jauh dari tempat itu masih satu area sedikit lebih kearah selatan yang sekarang menjadi rumah Bapak Yanto dulu adalah rumah Uwa Sindon dan samping rumah Bapak Jono yang sekarang menjadi rumah yang ditempati Bapak Salimun juga tak kalah meriahnya. Ditempat ini bahkan sering dijadikan tempat bermain sepak bola.

Perempatan jalan tengah desa yaitu depan rumah Bapak Sarjono (mas Jalu) dan Bapak Roso, disitu dulu juga rame, bahkan merupakan salah satu tempat yang sangat favorit dari mulai anak kecil, remaja, dewasa hingga orang tua, hanya sekedar duduk-duduk sambil ngobrol dari bermain karet gelang hingga petak umpet baik siang atau malam. Bahkan tempat itu sebagai tolak ukur keramaian desa Bulupayung.

Kalau kita bergeser sedikit kearah timur dari jalan peempatan tersebut dari mulai halaman rumah Bapak Sarjono (mas Jalu) hingga rumah Bapak Karto Saikan almarhum (Bapak Gondar) bahkan hingga sampai pinggir desa sebelah timur ditempat itulah tempat-tempat bermain yang sangat mengasikan jangankan saat musim kemarau saat musim hujanpun tempat itu selalu ramai oleh anak-anak untuk bermain. luar biasa..

Jalan setapak didepan dan samping rumah Bp.Somakaryo
Tak jauh dari tempat itu tepatnya depan rumah bapak Sutimin hingga samping rumah bapak Sumokaryo sampai halaman rumah bapak Nasimin, itu juga tempat bermain anak-anak seusiaku dulu saat masih kecil. Banyak jenis permainnan yang bisa dimainkan di tempat tersebut. Terus kalau kita lanjutkan lagi tidak jauh dari tempat bapak Nasimin tinggal bergeser sedikit kearah utara, ada tanah lapang tak jauh dari tempat pemakaman yang tidak begitu padat. Disitu dulu juga ajang bermain anak-anak kecil hingga orang dewasa karena dahulu ditempat itu ada lapangan volly ball yang rutin dipergunakan tiap sorenya, bahkan tidak sedikit untuk ajang pertandingan volly antar desa.

Masih banyak tempat-tempat yang sering digunakan untuk bermain seperti pelataran rumah mbah Wijaya, pelataran rumah bapak Kasijo dan masih banyak lagi. Begitulah indahnya masa kecilku yang begitu mudahnya mencari tempat bermain tanpa harus berebut hanya untuk sekedar bermain. Beruntung kita hidup dan besar di desa setiap jengkal tanah kosong selalu jadi ajang bermain. Coba kita lihat cerita-cerita orang yang hidup di kota besar hanya sekedar mencari tempat bermain saja sulitnya minta ampun, kadang harus berebut dengan pihak lain atau bermain dengan menantang bahaya... Alhamdulillah .... kita harus tetap bersyukur.....

Kamis, 15 Januari 2015

Tempat Tongkrongan Favorit di Bulupayung

Jembatan kecil di ujung selatan desa Bulupayung
Keindahan desa Bulupayung di kelurahan Mangunharjo kecamatan Adimulnyo kabupaten Kebumen, buat saya tidak pernah hilang dari ingatan. Desa yang tidak begitu luas, penduduknyapun tidak terlalu banyak. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengelilingi semua penjuru desa. 

Setiap pulang kampung saya selalu menyempatkan mengelilingi kampung dengan sepeda onthel, sambil mengingat berbagai tempat dulu dimana saya dan teman-teman sering duduk-duduk ngobrol (nongkrong). Dari mulai ujung desa sampai ujung berikutnya selalu ada tempat favorit seperti jembatan kecil. Karena memang desaku setiap ujung desa selalu ada jembatannya. Jembatan tersebutlah dulu dimana saya dan teman-teman sebayaku duduk-duduk (nongkrong) ngobrol ngalor ngidul ga jelas.

Jalan simpang empat di ujung utara desa Bulupayung

Jalan perempatan ujung desa Bulupayung sebelah utara
Hampir setiap sore sehabis ashar hingga menjelang mahgrib jembatan itu selalu ramai oleh anak remaja, apalagi kalau kebetulan musim main layangan atau musim tanam padi, jembatan yang di ujung desa itu selalu ramai. Atau sambil menunggu anak pulang sekolah yang masuk siang, apalagi bagi anak prianya selalu mensortir anak gadis yang sekiranya mempunyai paras ayu tidak akan terlewatkan untuk menggodanya. Wajar dimanapun seorang laki-laki kalau melihat wanita cantik pasti akan tergoda. 

Bukan di pinggir sudut desa saja, dipusat desa seperti jembatan kecil di dekat rumah Bapak Sarjono (Mas Jalu) selalu menjadi tempat favorit. Mungkin tempat itu akan sepi bila penghuni desa lagi sibuk semua. dari mulai pagi, siang, sore hingga malam tempat itu selalu ramai oleh candaan anak kecil hingga orang dewasa. Karena memang tempatnya yang strategis juga sangat nyaman untuk sekedar nongkrong. Sampai sekarangpun tempat itu masih menjadi tempat favorit para remaja.. 
Jalan perempatan pusat desa Bulupayung
Begitulah desaku desa yang sangat kurindukan dimanapun dan kapanpun saya berada, Saya selalu berusaha mengingat dan melihatnya jangan sampai hilang dari ingatanku, paling tidak minimal setahun sekali.
Begitulah keindahan desaku yang luar biasa buat saya...