Jumat, 20 Juni 2014

Mengenang Dokar "Desa Meles" Kebumen



Alhamdulillah saya sudah sampai rumah di kampung dengan aman dan selamat walau sedikit terlambat, saya anggap biasa karena jalanan sedikit macet. Masih terbayang saat perjalanan menuju kampung halaman setelah keluar dari jalan utama lingkar selatan Antara Gombong dan Karanganyar Kebumen. Banyak kenangan disaat perjalanan dari mulai pasar Karanganyar hingga desa saya. Saat berpapasan dengan kendaraan Dokar sejenis delman pikiranku menerawang ke masa lalu dimana saya kecil dulu.

Dokar merupakan salah satu alat transportasi tradisional di daerah saya terutama di Desa Meles. Keberadaan Dokar sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri, yang hingga kini masih terus dilestarikan, sebagai salah satu budaya Indonesia.

Biasanya, keberadaan Dokar difungsikan sebagai alat transportasi pengangkut barang-barang dagangan ibu-ibu dari pedesaan menuju pasar-pasar. Selain berfungsi sebagai media pengangkut barang dagangan pasar, Dokar juga tidak jarang berfungsi sesuai dengan aslinya sebagai alat transportasi umum bagi masyarakat.

Kepopuleran Dokar di daerah saya biasanya akan muncul pada hari hari besar tertetu seperti saat musim lebaran, serta event-event perayaan tertentu. 

Beberapa orang sering menyebut andong dengan dokar, bendi atau delman. Padahal andong berbeda dengan dokar, bendi atau delman. Salah kaprah ini muncul karena informasi yang tidak akurat dan mulai berkurangnya pengajaran-pengajaran serta pengetahuan tentang hal ini dari para sesepuh. Orang-orang tua dan Bapaku waktu itu pernah menuturkan bahwa diantara letak perbedaan paling sederhana dan mudah dari andong dengan dokar atau kereta-kereta bertenaga kuda lainnya adalah pada jumlah roda dan bentuk keretanya.

Dokar hanya mempunyai dua roda dan ditarik oleh satu kuda saja, sedangkan Andong mempunyai roda empat yang bisa ditarik satu atau dua kuda. Pada Andong, kita masih bisa mencuri cara numpang secara gratis. Caranya dengan naik pada papan bak belakang kereta. Sedangkan pada Dokar, Delman, atau Bendi cara itu tidak mungkin bisa terpakai karena pintu masuk keretanya berada dari arah belakang. Konon menurut orang-orang tua, model kereta kuda transportasi umum ala Andong dengan roda empat ini hanya dapat ditemui di Solo dan Yogyakarta saja (di Indonesia). Inilah yang kemudian membuat Andong berbeda dengan model kereta berkuda lainnya sekaligus menjadi daya tarik yang unik.

Menurut sejarah nama kendaraan ini berasal dari nama penemunya, yaitu Charles Theodore Deeleman, seorang litografer dan insinyur pada masa Hindia Belanda. Orang Belanda sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama dos-à-dos (punggung pada punggung, arti harfiah bahasa Perancis), yaitu sejenis kereta yang posisi duduk penumpangnya saling memunggungi. Istilah dos-à-dos ini kemudian oleh penduduk pribumi Batavia disingkat lagi menjadi ‘sado’.

Alat transportasi delman ini sendiri bisa kita temukan hampir diseluruh wilayah Indonesia dan dengan sebutan khas daerah masing-masing pula. Di Jakarta alat transportasi ini dikenal dengan nama sado. Istilah lain yang dikenal masyarakat adalah Dokar. Sebagian kalangan menyakini nama dokar berasal dari Bahasa Inggris dog car. Keberadaan dokar sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas tersendiri di tempat-tempat wisata,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar