Di jembatan sungai ketek desa Pecangkringan Mangunharjo |
Siang itu matahari sangat cerah dan udara sangat panas hingga terasa menyengat kulit, yah begitulah ketika musim kemarau. Karena rasa bangga dan cinta terhadap kampung halamanku semua itu tidak menjadi alasan untuk sekedar berkeliling desa hingga ke desa tetangga. Motor yang kunaiki sengaja tidak terlalu kencang agar setiap sudut jalan yang ku lewati tidak lepas dari pandanganku.
Saya mengitari seluruh desa yang masuk wilayah kelurahan Mangunharjo dari mulai desa Duduhan terus ke desa Caruban, Kemujan hingga ke desa Pecangkringan. Di desa Pecangkringan saya berhenti di jembatan yang kebetulan airnya sangat sedikit karena memang sedang musim kemarau, saya lama berhenti sambil melihat sekeliling sungai dan tak lupa mengabadikanya dengan ponselku.
Wilayah kelurahan Mangunharjo memang diapit oleh dua sungai yaitu sebelah barat sungai ketek dan sebelah timurnya adalah sungai balo. Dengan adanya kedua sungai tersebut diharapkan dapat mengairi area persawahan di kelurahan Mangunharjo, tetapi kenyataanya pada saat musim kemarau sungai tersebut tidak bermanfaat sama sekali. Sumber air yang datang dari waduk sempor dan wadaslintang tidak mengalir sampai ke desa saya. Mungkin akibat salah urus kali yah...????
Maka tidak mengherankan ketika musim kemarau tiba kelurahan Mangunharjo sangat tandus tidak ada kegiatan bercocok tanam. Terus bagaimana bisa, Indonesia swasembada beras? seperti cita-cita pemerintah. Tidak bisa dipungkiri sumber air adalah sangat penting untuk irigasi. Mengingat
Indonesia adalah Negara agraris dengan tanaman dan makanan utama
penduduknya adalah beras, maka peran irigasi sebagai penghasil utama
beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi yang besar
untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan pemeliharaan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik, benar, dan tepat
sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat seoptimal mungkin.
Sungai Ketek desa Pecangkringan Mangunharjo |
Tak terasa dua jam sudah saya berdiri di pinggir sungai ketek, ku lanjutkan perjalanan keliling desa. Tujuan berikutnya adalah menuju desa Karangkambang lagi-lagi saya berhenti di sebuah jembatan, yang dulu pada saat saya kecil banyak sekali ikan-ikan disini. Jembatan ini merupakan faforit para remaja untuk sekedar duduk-duduk diwaktu sore sambil sesekali menggoda para gadis-gadis yang baru pulang dari sekolah. Karena perut sudah terasa laper ku putuskan untuk kembali ke rumah dengan tetap mengendarai sepeda motor dengan kecepatan rendah, dan tetap mataku clingak clinguk ke kanan dan kekiri menikmati pemandangan persawahan dan pohon jati yang tertanam rapi dipinggir jalan antara desa Pecangkringan dan Bulupayung.
Itulah gambaran sedikit desaku desa yang selalu kurindukan setiap saat, tapi apapun kondisimu aku tetap akan merindukanmu dimanapun saya berada. Majulah desaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar