Saat
saya sedang asyik menonton acara sinetron tiba-tiba terputus oleh iklan. Liat
tampilan iklan, saya menjadi tertegun terbayang sebuah daerah di kabupaten
Kebumen yang tidak jauh dari kampung saya. Daerah tersebut terkenal dengan penghasil
genteng. Iklan tersebut menayangkan produk atap rumah bermerek Sokka. Dalam
benak saya kenapa mereknya Sokka ?, adakah hubunganya dengan genteng Sokka ?
atau ini menjiplak nama Sokka ?.
Kebetulan
daerah Sokka tidak jauh dari kampung halaman saya sedikit banyak saya tau
tentang pabrik genteng tersebut. Cerita asal mula genteng Sokka yang saya
terima dari mulut ke mulut dari warga asli Sokka dan sekitarnya kurang lebihnya
sebagai berikut :
Sebelum
ditemukanya genteng di daerah Kebumen kebayakan warga rumahnya menggunakan
rumbia sebagai atap rumahnya, tentu banyak mengundang hewan untuk berserang di
tempat itu seperti ular, serangga dan tikus. Maka akibatnya banyak warga yang
terserang penyakit pes. Belanda tidak tinggal diam karena apabila warga terkena
penyakit maka Belanda akan di rugikan karena tidak bisa mempekerjakan warga
sekitar. Maka Belanda mengirimkan tim kesehatan untuk memberantas penyakit pes
tersebut yang penyebab utamanya adalah tikus.
Itu
terjadi sekitar tahun 1920-an. Saat itulah ahli kesehatan dari Belanda dan warga
dusun Sokka mencari alternatif lain untuk membuat atap rumah selain daun rumbia,
maka ditemukanlah genteng dari tanah liat. Karena awal didirikan pabrik genteng
berada di daerah Sokka, dan untuk pengiriman genteng yang berjarak dekat
menggunakan gerobak yang di tarik dengan kuda atau sapi maupun kerbau, tapi
untuk pengiriman genteng yang jaraknya cukup jauh, sampai keluar kota,
menggunakan alat transportasi kereta api.Kebetulan stasiun yang terdekat dengan
pabrik genteng adalah stasiun Sokka sehingga tempat bongkar muat genteng
terjadi di stasiun Sokka, sampai-sampai dibuat jalur rel kereta api dari
stasiun ke pabrik genteng. Dari situlah mengapa genteng kebumen terkenal
sebagai genteng Sokka. Pertama kali, Belanda mendirikan sebuah pabrik genteng
di Kebumen tepatnya di Desa Pejagoan. sekarang bekas pabriknya sudah berubah
menjadi gedung SMP Negeri 1 Pejagoan.
Sebetulnya
jauh sebelum penduduk sekitar menjadi pengerajin genteng sudah memiliki
ketrampilan membuat gerabah dari tanah lempung. Yaitu sebelum abad ke 20, hasil
kerajinannya meliputi tengku, gentong, padasan, jambangan, kendil, cowek, dan
sebagainya. Bahkan sampai sekarang keahlian turun temurun tersebut masih banyak
di jumpai terutama di daerah Gebangsari Kecamatan Klirong yang terkenal dengan
sentra gerabahnya di kabupaten Kebumen. Karena memang jenis tanah di sekitar
Sokka, Wonosari, Sruweng, Klirong sangat cocok buat bahan gerabah.
Sampai
sekarang masih banyak dijumpai pengerajin genteng, apabila anda berkunjung atau
kebetulan melintas daerah Kabupaten Kebumen pasti akan melewati daerah Sokka. Di
sisi kanan kiri jalan antara Kecamatan Pejagoan hingga Kecamatan Sruweng akan
banyak di jumpai tempat-tempat pembakaran genteng yang menyerupai rumah joglo
rumah adat jawa. Di kawasan itu juga tampak deretan rumah/ruang penyimpanan
genteng, termasuk dari bekas-bekas rel dari dalam pabrik yang tersambung menuju
Stasiun Sokka.
Karena mereka berasal dari penduduk
dusun Sokka maka sudah pasti mereka akan melabelkan nama Sokka sebagai
identitas produk mereka. Selain itu konsumen genteng sekitar lebih suka menyebut
nama Sokka. Dalam perkembanganya genteng Sokka semakin meluas dan banyak
desa-desa di sekitar desa Sokka mengikuti profesi mereka membuat genteng.
Dan untuk wilayah Jawa Tengah
genteng Sokka sudah tidak asing lagi bahkan konsumenya sudah sampai Jakarta
hingga luar pulau Jawa. Seiring jaman pengrajin genteng Sokka mulai menurun
bukan karena peminatnya berkurang tetapi karena kalah bersaing dengan
pabrik-pabrik besar seperti pabrik atap press yang kebetulan mereknya memakai
nama Soka, yang gencar mengiklankan di televisi. Selain itu juga moda transportasi
dari kereta api menjadi truk cukup berpengaruh pada industri genteng Kebumen.
Belum lagi, sentra-sentra genteng di luar Kebumen, seperti Jatiwangi, Cikarang,
dan Karangpilang juga berkembang cukup pesat.
Kondisi tersebut diperparah, sebagian besar pembangunan terpusat di Jakarta. Para pengguna pun mulai meninggalkan genteng Kebumen karena biaya transportasi yang dibutuhkan cukup tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat. Hal itulah yang membuat pamor genteng Sokka menurun. “Pengguna lebih memilih genteng dari pabrik yang terdekat.
Kondisi tersebut diperparah, sebagian besar pembangunan terpusat di Jakarta. Para pengguna pun mulai meninggalkan genteng Kebumen karena biaya transportasi yang dibutuhkan cukup tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat. Hal itulah yang membuat pamor genteng Sokka menurun. “Pengguna lebih memilih genteng dari pabrik yang terdekat.
Yah itulah sekelumit kisah genteng
Sokka yang tersohor sampai sekarang..