Setiap
lebaran saya dan keluarga selalu menyempatkan tempat faforit saya yaitu pantai
Petanahan. Walau terik matahari begitu menyengat kulit tapi tidak afdol kalau
ga di datangi. Munkin karena terbawa suasana dengan riuhnya para pengunjung
pantai tersebut sambil iseng-iseng cuci mata…
Pantai
Petanahan yang terletak dibibir samudera Indonesia, tepatnya di pantai selatan
Jawa Tengah. Membentang panjang dari ujung barat (pantai Karangbolong) sampai
ke muara sungai Lukulo. Tepatnya di Desa Karanggadung Kecamatan Petanahan ini,
nampaknya memang mempunyai kekhasan tersendiri. Seolah ada daya pikat bagi
pengunjung yang pernah datang. Sekalipun mereka hanya untuk menikmati deburan
ombak laut yang seolah berkejaran tak ada henti-hentinya
Untuk
mencapai pantai Petanahan, yaitu melalui jalur lintas selatan Propinsi Jawa
tengah, tepatnya jika melalui Karanganyar, dari pertigaan Guyangan-Sruweng
belok ke selatan terus sampai ke desa Karanggadung dan lokasi pantai, dengan
jarak sekitar ± 12 km.
Ombak di pantai Petanahan tergolong tinggi dan ganas,
dengan ketinggian rata-rata 3 s/d 5 meter. Sehingga pantai Petanahan
dikategorikan sebagai pantai yang berbahaya bagi pengunjung, dan para
pengunjung dilarang keras mandi di laut.
Pemandangan di pantai Petanahan memang mengasyikan,
memandang ombak bergulung-gulung yang tiada henti, dan sejauh mata memandang
adalah laut biru yang dalam.
Setelah berjalan-jalan menelusuri pantai yang begitu luas, dengan menyaksikan deburan ombak laut yang bekejar-kejaran, kita bisa menyaksikannya dengan duduk-duduk santai di pengunungan pantai tersebut yang sekelilingnya ini terdapat tumbuhan cemara dan pohon pandan yang mempunyai mitos sendiri, karena di situ terdapat tempat untuk bertapa yang disebut Pandan Kuning.
Beginilah Ombak pantai Petanahan |
Setelah berjalan-jalan menelusuri pantai yang begitu luas, dengan menyaksikan deburan ombak laut yang bekejar-kejaran, kita bisa menyaksikannya dengan duduk-duduk santai di pengunungan pantai tersebut yang sekelilingnya ini terdapat tumbuhan cemara dan pohon pandan yang mempunyai mitos sendiri, karena di situ terdapat tempat untuk bertapa yang disebut Pandan Kuning.
Menurut
warga setempat Pandan kuning mempunyai kisah tersendiri yaitu, Menurut para
sesepuh, tokoh masyarakat dan buku legenda yang ditulis oleh Dinas Pariwisata
setempat, pada sekitar tahun 1601, yakni pada masa pemerintahan Mataran yang
Rajanya Sutawijaya, lahirlah seorang gadis cantik dan jelita bernama Dewi
Sulastri yang mempunyai sifat mulia.
Darah
bangsawan yang melekat pada dirinya ternyata mengekang dengan adat yang terjadi
di lingkungannya. Dewi Sulastri adalah anak dari seorang Bupati Pucang Kembar.
Ayahnya tak lain adalah Bupati Citro Kusumo yang memang cukup disegani oleh
warganya.
Ternyata,
Sulastri oleh ayahnya telah dicalonkan dengan Joko Puring. Seorang Adipati di
Bulupitu. Tetapi si jelita ini menolaknya Joko Puring ini juga cukup keren, namun Lastri
tak merasa adanya getaran cinta.
Makanya,
begitu ada seorang bernama Raden Sujono, sekalipun hanya seorang anak Demang
dari Wonokusumo, yang datang untuk mengabdi menjadi seorang pembantu, Lastri
dengan berbagai argumentasi pada ayahnya agar orang tersebut diterima sebagai
abdi dalem di Pucang Kembar.
Terjadilah
cinta segitiga antara Joko Puring dan Raden Sujono yang sama-sama mencintai
Dewi Sulastri yang cukup kece itu. Bedanya, cinta Raden Sujono bahkan sangat
diharapkan oleh putri citra Pucang Kembar, sedang Joko Puring cintanya tak
kesampaian. Cinta segitiga ini akhirnya berkembang menjadi huru-hara bagi
Kabupaten Pucang Kembar. Namun dengan modal tampan dan kesungguhannya, Raden
Sujono berhasil mempersunting Ratu Ayu Kabupaten Pucang Kembar menggantikan
Citro Kusumo menjadi bupati di Kabupaten tersebut.
Prahara
cinta ini tak berhenti sampai di sini, sekalipun sudah dipertaruhkan dengan
adanya Sayembara dan dimenangkan oleh Raden Sujono. Buntutnya ketka suami
Sulastri sedang menjalankan tugas negara memberantas berandal, atau
preman-preman, secara ekbetulan Joko Puring bisa membawa lari Sulastri sampai
ke Pantai Karanggadung yang sekarang dikenal sebagai Pantai Petanahan.
Tetapi
hal tersebut diketahui oleh Raden Sujono dan akhirnya terjadi lagi pertarungan
yang maha dahsyat dua satria yang memang punya kesaktian. Namun begitu,
Sulastri akhirnya bisa direbut kembali oleh suaminya. Dalam versi lain
disebutkan, bahwa ketika Sulastri diikat pada pohon Pandan ternyata ada suatu
keajaiban.
Pandan
tersebut beruabah menjadi Pandan Kuning dan nama tersebut digunakan untuk
memberi nama tempat istirahatnya Sulastri dan suaminya, setelah Joko Puring
berhasil dihalau pergi entah kemana. Sedang Sulastri yang telah dibawa pergi
oleh Joko Puring tetap tak mau menerima cinta Joko Puring seklipun diancam akan
dibunuh.
Inilah
kesetiaan dari Dewi Sulastri terhadap suaminya yang sejak awal memang didambakan.
Prinsipnya, sekalipun ditinggal tugas oleh suaminya sekian lama, toh tak
mengurangi kadar cintanya, bahkan sudah tak ada tempat lagi bagi lelaki lain.
Begitu
perjuangan mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin
baru ini mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin
baru ini beristirahat di bawah semak-semak pandan yang ada di Pantai Petanahan
yang indah tersebut. Apalagi keduanya sudah lama berpisah, tentu merupakan saat
terindah bagi Sulastri dan Raden Sujono.
Begitu
keduanya cukup beristirahat dan memadu kasih, segeralah keduanya meninggalkan
pandan yang rimbun tersebut yang telah mengukir cinta keduanya. namun
sebelumnya, Raden Sujono konon ditemui oleh Ny Loro Kidul. Maksudnya tempat
yang telah digunakan oleh keduanya beristirahat ini diminta menjadi tempat
peristirahatan, atau pesanggrahan Ny. Loro Kidul.
Sejak
itu pula, sepeninggalan Dewi Sulastri si mantan Putri Citra Pucang Kembar,
dengan leluasa tempat tersebut digunakan oleh Ny. Loro Kidul. Sejak itu pula,
tempat tersebut dimanfaatkan orang untuk semedi dan mengheningkan cipta.
Menurut
beberapa sumber, banyak sudah orang yang percaya melakukan tapa di tempat
tersebut yang berhasil, bahkan ada yang sampai membangun tempat tersebut.
Selain itu, orang-orang yang merasa berhasil semedi di tempat ini setiap malam
Jum'at Kliwon Bulan Syura diadakan upacara larungan. Ini dimulai sejak siang
hari sampai menjelang ayam berkokok.
Ada tips berkunjung ke pantai Petanahan : Jangan memakai
pakaian hijau gadung, karena warna tersebut merupakan warna kesukaan Nyi Loro
Kidul, sehingga bagi yang memakai warna tersebut kemungkinan akan
"tersesat dan hilang". Jangan
mandi di laut, karena hempasan ombak sangat besar dan ganas. Jangan berdiri air
laut terlalu jauh dari bibir pantai, karena arus air di pasir jauh lebih cepat
daripada arus permukaan. Bawa topi, payung dan kacamata hitam, untuk
menghindari radiasi matahari, karena sangat panas oleh sinar matahari. Pakailah
sandal, tidak perlu pakai sepatu. Jangan membiarkan anak kecil bermain pasir
sendirian dan masuk ke air laut. Selalu waspada, karena ombak sewaktu-waktu
dapat menggulung sampai jauh ke bibir pantai. Ingat.....sudah banyak nyawa
melayang di pantai Petanahan karena terseret ombak.
Terakhir
saya kesana sudah mulai banyak bangunan baru yang berdiri dan untuk masuk ke
lokasi sudah ada penjaga tiketnya. Berarti pemerintah Kabupaten Kebumen sudah mulai
membaca betapa pentingnya kawasan pantai tersebut untuk di kelola agar bisa
menambah devisa daerah…yah..wis lah..ora papa..yang penting daerahku bisa
makmur gejibar-jibur…..
Pantai Petanahan Saat Ini
Suasana pantai Petanahan sekarang |
Pantai Petanahan Saat Ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar