Rabu, 31 Desember 2014

Catatan Akhir Tahun Desaku

Wajah desaku yang bikin kangen
Desaku Bulupayung itulah nama desaku tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, nama yang aneh di telinga tetapi itulah adanya, Desa yang terletak di kecamatan Adimulyo Kabupaten Kebumen Jawa Tengah adalah desa kecil kurang lebih 6 km dari jalan utama jalur selatan jawa. Jumlah penduduknya tak lebih dari 100 KK, 99,99 %  beragama muslim. Sebagaian besar masyarakat desaku bermata pencaharian sebagai petani, sawah adalah sumber pokoknya. 

Masih terbayang dalam ingatanku desaku ketika masa-masa kecilku, begitu banyak menyisakan kenangan. Akhir tahun 1993 saya meninggalkan desa itu untuk mencari pengalaman baru di tempat lain untuk belajar berbenah diri dan menemukan jati diri yang sesungguhnya. Kini dipenghujung tahun 2014 tersirat pertanyaan di benaku, Kapan saya bisa pulang ke desa untuk menghabiskan sisa umurku disana ?. Sering terbayang wajah suasana desaku ketika mengalami kesemerawutan di perantauan apalagi semacam kota besar seperti ibukota ini. Ingin rasanya sebulan sekali saya bisa jalan-jalan keliling desaku, dengan keramahan penduduknya, tapi itu tidak mudah bisa diwujudkan.

Didesa itu dulu saat mandi di sungai, bermain layang-layang, main kelereng, main petak umpet dan masih banyak lagi, itu semua yang menimbulkan rasa rindu yang amat sangat. Belum lagi cerita lain ketika menginjak remaja ada saja yang perlu disesali dan tentu ada pula yang patut di syukuri, namun tetap saja indah bila dikenang. Apalagi jika melihat sudut-sudut desa yang masih saja serupa dulu, inilah desaku, tak banyak yang berubah. Entah, saya tidak bisa mengukur dan menggabarkan seberapa dalam dan besar rasa cinta saya pada desaku Bulupayung. 

Sudut Desaku
Mungkin benar kata orang, bahwa salah satu ikatan emosional yang paling mendasar dalam diri manusia adalah kenangan terhadap tempat dan lingkungan dimana dia dilahirkan dan dibesarkan. Seperti halnya peristiwa mudik. Seolah mempunyai kekutan tersendiri orang berlomba sekuat tenaga dengan berbagai cara agar bisa pulang kampung di hari raya lebaran. Jawabanya adalah "ingin kembali ke kampung halaman, tempat ia dilahirkan. Disitulah tersimpan segala kenangan manis masa kecil bersama orang tua, saudara2, dan teman2 sepermainan, dengan rumah dimana dia dilahirkan, dengan lingkungan yang akrab dia kenal sehari-hari. Pada dasarnya ia ingin kembali, ketempat dia lahir, seakan ada kekuatan yang luar biasa.

Itu juga yang berlaku pada diri saya. Walaupun telah meninggalkan rumah tempat kelahiran saya hampir 21 tahun. Namun ikatan emosional saya dengan tempat itu tidak pernah berkurang, bahkan dengan makin tambahnya umur terasa makin kuat. Begitu banyak kenangan manis yang tidak mungkin terlupakan yang terkait dengan rumah dan ligkungan tempat saya dilahirkan.

Tahun 2014 beberapa saat lagi akan berakhir, semoga ditahun berikutnya desaku yang kucinta akan lebih baik, maju dan makmur serta sejahtera...
.

Senin, 01 Desember 2014

Asal Mula Nama Desa Bulupayung

Desa Bulupayung
Desa Bulupayung adalah sebuah desa di kelurahan Mangunharjo kecamatan Adimulnyo kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Desa kecil berpenduduk sekitar 90-an KK, desa yang diapit oleh hamparan sawah yang luas. Dari kota Kebumen dapat ditempuh sekitar 17 km, hanya sekitar 10 km dari pantai selatan (Petanahan). Untuk menuju desa ini dari jalur selatan dari arah Purwokerto setelah Gombong akan menjumpai kota kecil Karanganyar, setelah sampai pasar karanganyar belok kanan menyusuri jalan kaleng sekitar 6 km sampailah di desa Bulupayung.

Bagi penduduk sekitarnya desa Bulupayung ditempo dulu terkenal dengan angker/seram, karena untuk menuju desa tersebut harus melalui jalan yang dikeramatkan, terutama yang dari arah timur, utara dan barat. Dari arah tersebutlah terdapat makam tua yang dikeramatkan. Banyak kejadian-kejadian aneh yang dialami oleh pejalan kaki atau pengendara yang melalu jalan tersebut.

Menurut cerita yang saya dapat dari para orang tua dan nenek moyang saya yang sudah lama mendiami desa tersebut, desa Bulupayung mempunyai kisah yang sedikit agak miris. Itu ditandai dengan adanya makam tua di sisi utara desa yang semuanya berjumlah tiga. Makam tersebut masih merupakan satu keluarga. Makam yang disisi utara sebelah tengah ada dua makam di sisi kanannya adalah makam P. Trenggono dan Nyai Maduretno sedang di sisi kirinya adalah makam anaknya Siti Sundari dan yang satu lagi di ujung timur sebelah utara adalah anak lelakinya P. Joyo Kusumo.
Jalan menuju makam sebelah timur desa
Awal kisahnya dahulu ada pasukan Pangeran Diponegoro yang habis bertempur melawan Belanda di daerah Gombong, mereka mengalami kekalahan dan melarikan diri ke arah tenggara yang bermaksud kembali ke markasnya di Gua Selarong Jogjakarta.  Karena sebagian pasukanya mengalami luka-luka mereka mencari tempat untuk beristirahat sambil mengobati lukanya. Berhentilah di suatu tempat yang banyak di tumbuhi pohon-pohon besar, mereka mendirikan peristirahatan semacam perkemahan.

Diceritakan pohon tersebut memiliki ranting dengan dahan yang menjulur hampir menyentuh tanah dan sangat ridang, dari rantingnya memiliki cabang-cabang ranting kecil membentuk seperti daun pisang, andai hujan turun airnya tidak akan dapat menembus ranting tersebut. Kalau dilihat dari kejauhan nampak seperti payung yang sedang mengembang, dengan ranting daun yang menjulur menyerupai bulu ayam. Mungkin kalau digambarkan hampir mirip seperti pohon beringin, tetapi menurut orang-orang tua di desa itu, pohon itu bukan pohon beringin, terus pohon apaan ?. wis pikir deweklah....

Setelah dirasa pulih dan kuat untuk melanjutakan perjalanan pasukan P. Diponegoro melanjutkan perjalanan menuju markasnya di Jogjakarta. Salah satu prajuritnya yang bernama P. Trenggono ditinggalkan ditempat itu, tidak tau apa maksudnya dan apa pangkatnya (tumenggung, demang, senopati atau panglima). Dari situlah tempat itu makin banyak didatangi orang dan bahkan dijadikan tempat tinggal. Karena banyaknya orang yang mendiami maka seiring waktu si prajurit tersebut  memberi nama daerah itu dengan nama Bulupayung yang sampai saat ini menjadi sebuah desa masih dengan nama tersebut. 

Sedang kisah mirisnya terjadi pada anak perempuanya yang bernama Siti Sundari. Siti Sundari mempunyai paras yang cantik dengan rambut panjang hitam lebat hampir menyentuh tanah. Dari kecantikanya banyak pemuda yang terpesona dan jatuh cinta. Banyak raja, tumenggung dan pangeran yang ingin mempersuntingnya. diceritakan juga karena kulitnya sangat putih dan bersih sampai-sampai ketika minum aliran airnya terlihat dari tenggorokanya. Bisa dibayangkan seperti apa putihnya putri tersebut, silahkan boleh percaya boleh tidak ?.

Tragis nasib Si Gadis ini, Dia meninggal dengan cara bunuh diri. Dia galau dan risau karena banyak pemuda yang ingin mempersuntingnya tetapi Dia tidak bisa menentukan mau memilih pemuda yang mana. Mungkin pikir Dia daripada menyakiti salah satu dari pemuda tersebut lebih baik mengahiri hidupnya saja.. Whow...kaya crita sinotron baelah... Tetapi sebelum mengahiri hidupnya Dia sempat mengeluarkan kalimat semacam sumpah isinya  kira-kira seperti ini :

"Kelak di desa ini tidak akan ada wanita cantik yang rambutnya panjang dan lebat, kalaupun dia cantik rambutnya tidak akan panjang dan lebat, kalau ada wanita yang cantik dengan rambut panjang maka umurnya tidak akan lama"  

Semoga saja sumpah itu tidak berlaku lagi. Dan banyak saya liat di desa Bulupayung wanita-wanita cantik, Alhamdulillah mereka baik-baik saja atau memang juga yang cantik kebetulan tidak berambut panjang, paling cuma sebahu atau sepunggung belum ada yang panjangnya sampai lutut apalagi sampai menyentuh tanah. Entahlah....yang jelas jangan menjadikan kita Syirik....

Itulah sedikit cerita terbentuknya desa Bulupayung yang masih erat dengan keberadaan tiga makam tua di desa tersebut silahkan boleh percaya boleh tidak.... Tulisan ini hanya berdasarkan cerita dari orang-orang tua, belum ada penelitian secara ilmiah untuk mendukung cerita tersebut.
Yang jelas sebagai orang yang terlahir dan besar didesa Bulupayung saya sangat bangga menjadi salah satu bagianya.


Bulupayung - Kebumen ....
Paguyuban Bulupayung & Duduhan
Makam P. Trenggono dan Nyai Maduretno di Desa Bulupayung